GP Ansor Malut Kritik Pernyataan Ishak Naser, Syarif : Jangan Lupa

Editor: Admin

 

Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Maluku Utara, Syarif Abdullah.

Ternate – Polemik penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, terus menuai pro dan kontra. Kritik keras datang dari politisi senior Malut, Ishak Naser, yang menilai kebijakan gubernur terkesan menganaktirikan delapan kabupaten/kota lainnya di luar Halmahera Utara (Halut) dan Halmahera Barat (Halbar).

Namun, pernyataan tersebut langsung dibantah oleh Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Maluku Utara, Syarif Abdullah. Dalam keterangannya, Syarif menilai komentar Ishak justru sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab atas warisan masalah yang berasal dari masa kepemimpinannya sebagai pimpinan DPRD Malut hingga akhir 2024.

“Membaca komentar Ishak Naser sangat disayangkan. Utang DBH adalah utang pemerintahan sebelumnya, yang saat itu beliau adalah bagian dari pimpinan DPRD. Artinya, beliau ikut bertanggung jawab atas pembiaran yang terjadi. Kalau saat itu fungsi kontrol dijalankan maksimal, tentu kondisi hari ini tidak seburuk ini,” tegas Syarif, Selasa (22/4/2025).

 Ia bahkan menyayangkan narasi yang terbangun seolah-olah seluruh kesalahan ada di pundak pemerintahan saat ini.

“Kami melihat pemerintahan saat ini berusaha melakukan penyelesaian utang DBH ke kabupaten/kota, tapi jangan dengan cara menyudutkan pemerintah baru. Yang penting, publik tetap dilayani dengan baik dan tidak dikorbankan demi kepentingan politik jangka pendek,” tambahnya.

Menanggapi usulan Ishak Naser agar DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) DBH, Syarif justru mempertanyakan urgensinya. Menurutnya, sebelum membentuk pansus, DPRD semestinya lebih dulu mengaudit secara terbuka asal mula utang DBH tersebut, siapa yang membuat, dan bagaimana prosesnya selama ini.

GP Ansor juga mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 memang menegaskan kewajiban pemerintah provinsi untuk membayar DBH, namun realisasinya tetap harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan skala prioritas pelayanan publik.

“Pemerintah tidak bisa dipaksa membayar utang DBH secara serampangan, karena ada tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat yang juga harus ditunaikan. Mana yang prioritas harus jelas,” ujar Syarif.

Ia menyarankan agar seluruh pihak, termasuk DPRD dan tokoh politik senior, lebih bijak dalam memberikan pandangan, dan tidak memperkeruh suasana dengan narasi-narasi yang dapat menimbulkan spekulasi.

Syarif menegaskan, “Jangan hanya bicara soal keterlambatan pembayaran. Yang lebih penting, benahi sistemnya, pastikan ke depannya tidak ada lagi utang-utang serupa yang diwariskan ke pemerintahan berikutnya. (Red/tim)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com